Anonymous We are a legion
Kejahatan yang dilakukan di dunia maya, atau bahasa kerennya cybercrime seakan mulai marak di era digital yang tengah kita alami. Kita semua tahu, bahwa yang disebut kejahatan adalah segala tindakan yang melanggar hukum. Namun, masih belum ada UU yang mengatur dengan jelas tentang hukum di dunia maya di negeri kita, dan itulah yang membuat para suspect of crime berlomba-lomba mencari celah untuk dimanfaatkan sebagai sarana kejahatan. Mulai dari peretasan account, judi online, pencemaran nama baik atau trashing, hipnotis lewat social media, dan masih banyak lagi yang belum terekspose media. Kita semua tahu, bahwa yang disebut kejahatan adalah segala tindakan yang melanggar hukum. Tapi pantaskah para pelaku cybercrime disebut pelaku kejahatan? Toh undang-undang yang mengaturnya ora jelas. Cybercrime sendiri mengacu pada segala tindakan yang dimaksudkan untuk memberi keuntungan pada suatu pribadi atau kelompok, dengan membuat pribadi atau kelompok lain merugi dalam media cyber. Tapi yang jadi pertanyaan adalah apabila kasus-kasus yang tadi disebutkan sebagai cybercrime dapat bermanfaat tanpa merugikan orang lain. Misal, peretasan account dilakukan pada account yang terkunci karena lupa passwordnya, judi online membuat pemenang untung milyaran, hipnotis online membuat orang lebih terbuka namun lain soal jika bagian tubuh terbuka tanpa busana. Haha… Kita memandang sebuah kejahatan sebagai asumsi kita semata, dan menolaknya jika merugikan kita bahkan di dunia maya. Apakah kita juga termasuk pelaku cybercrime, coba? Ada orang sok bijak berkata “LAKUKANLAH SEBELUM DILARANG” yang cukup mengena pada artikel ini.
0 komentar:
Post a Comment